Tlogo, Tuntang, Kab. Semarang – Merti Bumi Serasi merupakan bentuk wujud rasa syukur masyarakat Kabupaten Semarang dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Semarang yang dilaksanakan setiap tanggal 13 Maret. Rangkaian kegiatan ini diawali dari tingkat desa, berlanjut ke kecamatan, hingga ke tingkat kabupaten.
Di tingkat desa, kegiatan dimulai dengan Susuk Wangan, yaitu bersih-bersih sumber air, pengambilan air suci dari sendang (mata air), tasyakuran, hajatan, tumpengan, serta kegiatan spiritual dan sosial lainnya. Air yang diambil dari sendang dimasukkan ke dalam kendi, lalu diserahkan pada acara tasyakuran di tingkat kecamatan.
Setiap desa di Kecamatan Tuntang yang terdiri dari 16 desa mengirimkan air yang kemudian dijadikan satu sebagai simbol persatuan. Acara ini juga diiringi dengan prosesi penjemputan dan kirab dari kecamatan-kecamatan lain secara estafet, seperti Bringin yang rutenya itu Susukan, Suruh, Pabelan, Bancak, hingga Bringin dan berakhir di Tuntang. Setelah itu, air dikumpulkan di titik-titik kecamatan utama, seperti Bawen dan Ungaran, lalu diserahkan dalam prosesi adat di tingkat kabupaten.
Kegiatan ini dilaksanakan di seluruh desa dan kecamatan di Kabupaten Semarang, dimulai dari wilayah selatan dan timur, seperti Susukan hingga Tuntang, lalu dilanjutkan ke Bawen dan Ungaran sebagai pusat kegiatan tingkat kabupaten. Pihak yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan di tingkat kecamatan adalah seluruh perangkat desa, dinas instansi, dan panitia yang dibentuk khusus untuk kegiatan ini. Sementara itu, masyarakat umum diperbolehkan mengikuti sebagai penonton dan penyambut prosesi, terutama di sepanjang jalur arak-arakan dan hasil bumi.
Semangat dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini tetap terjaga dan bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini karena kegiatan Merti Bumi Serasi telah menjadi rutinitas yang melekat pada kehidupan sosial budaya masyarakat.
Pendanaan kegiatan Merti Bumi Serasi berasal dari kesepakatan bersama antara desa, kecamatan, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Setiap kecamatan membentuk panitia dan merumuskan anggaran melalui Rencana Anggaran Biaya (RAB). Anggaran tersebut kemudian dibagi ke masing-masing desa dan instansi yang terlibat, sehingga pendanaan bersifat gotong-royong dan terorganisir.
Selama pelaksanaan Merti Bumi Serasi, tidak ditemukan adanya kendala. Hal ini dikarenakan kegiatan ini telah menjadi tradisi yang berjalan secara turun-temurun. Dengan demikian, masyarakat dan panitia sudah terbiasa dan memahami secara teknis serta spiritual mengenai apa saja yang harus dipersiapkan dan dilakukan. Kebiasaan ini menciptakan koordinasi yang baik serta kelancaran dalam setiap tahapan kegiatan.
Kontributor : Andini Hanifa Kusdiantoro